Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto Djojohadikusumo (lahir di Jakarta, 17 Oktober
1951; umur 62 tahun) adalah seorang pengusaha, politisi, dan mantan perwira TNI
Angkatan Darat. Ia menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28
tahun sebelum berkecimpung dalam bisnis dan politik. Bersama Hatta Rajasa, ia
maju sebagai calon Presiden Indonesia ke-7 dalam pemilihan umum presiden
Indonesia 2014.
Lahir di Jakarta, masa kecil Prabowo putra begawan ekonomi
Soemitro Djojohadikoesoemo banyak dilewatkan di luar negeri bersama
orangtuanya. Minatnya pada dunia militer dipengaruhi figur paman Soebianto
Djojohadikusumo yang gugur dalam Pertempuran Lengkong 1946. Keluar sebagai
lulusan terbaik Akademi Militer tahun 1974, Prabowo mencatatkan diri sebagai
komandan termuda saat mengikuti operasi Tim Nanggala di Timor Timur. Kariernya
melejit setelah menjabat Wakil Detasemen Penanggulangan Teror Komando Pasukan
Khusus (Kopassus) pada 1983. Merengkuh jabatan Komandan Kopassus pada 1995,
selang setahun ia dipromosikan sebagai Komandan Jenderal Kopasus, memimpin
operasi pembebasan sandera Mapenduma. Terakhir, ia bertugas sebagai Panglima
Kostrad dua bulan sampai kejatuhan Presiden Soeharto pada Mei 1998.
Setelah tidak aktif dalam dinas militer, Prabowo menghabiskan
waktu di Yordania dan beberapa negera Eropa. Ia menekuni dunia bisnis,
mengikuti adiknya Hashim Djojohadikusumo yang pengusaha minyak. Bisnis Prabo
meliputi sedikitnya 27 perusahaan yang bergerak di sektor berbeda. Kembali ke
Tanah Air, ia berkecimpung dalam politik. Pada 2008, ia bersama rekannya
mengukuhkan pembentukan Partai Gerakan Indonesia Raya. Lewat jalur perhimpunan,
Prabowo merangkul petani, pedagang pasar tradisional, dan kegiatan pencak silat
Indonesia. Selama dua periode, ia memimpin Himpunan Kerukunan Tani Indonesia
(HKTI) sejak 2004.
Kehidupan pribadi
Prabowo adalah putra dari pasangan Soemitro Djojohadikusumo
(yang merupakan begawan ekonomi Indonesia) dan Dora Marie Sigar, atau lebih
dikenal dengan nama Dora Soemitro.[1] Ia juga merupakan cucu dari Raden Mas
Margono Djojohadikusumo, anggota BPUPKI, pendiri Bank Negara Indonesia dan
Ketua DPA pertama. Prabowo Subianto dinamai menurut Soebianto
Djojohadikoesoemo, pamannya yang gugur dalam Pertempuran Lengkong. Ia memiliki
dua kakak perempuan, Biantiningsih Miderawati dan Maryani Ekowati, dan satu
orang adik, Hashim Djojohadikusumo.
Masa kecilnya banyak dihabiskan di luar negeri. Ia
menyelesaikan pendidikan dasar dalam waktu 3 tahun di Victoria Institution,
Kuala Lumpur, Sekolah Menengah di Zurich International School, Zurich, pada
tahun 1963-1964, SMA di American School, London pada kurun waktu 1964-1967.
Pada tahun 1970, barulah ia masuk ke Akademi Militer Nasional, Magelang.
Prabowo adalah keturunan Panglima Laskar Diponegoro untuk
wilayah Gowong (Kedu) yang bernama Raden Tumenggung Kertanegara III. Prabowo
juga terhitung sebagai salah seorang keturunan dari Adipati Mrapat, Bupati
Kadipaten Banyumas Pertama.Selain itu, garis keturunannya dapat ditilik kembali
ke sultan-sultan Mataram.
Karier militer
Prabowo mengawali karier militernya pada tahun 1970 dengan
mendaftar di Akademi Militer Magelang. Ia lulus pada tahun 1974, satu tahun
setelah Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia saat ini.
Operasi di Timor Timur
Pada tahun 1976 Prabowo bertugas sebagai Komandan Pleton
Grup I Para Komando Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha) sebagai bagian
dari operasi Tim Nanggala di Timor Timur, saat itu dia berumur 26 tahun dan
merupakan komandan termuda dalam operasi Tim Nanggala. Prabowo memimpin misi
untuk menangkap Nicolau dos Reis Lobato, wakil ketua Fretilin yang pada saat
itu juga menjabat sebagai Perdana Menteri pertama Timor Timur. Dengan tuntunan
Antonio Lobato yang merupakan adik Nicolau Lobato, kompi Prabowo menemukan
Nicolau Lobato di Maubisse, lima puluh kilometer di selatan Dili. Nicolau
Lobato tewas setelah tertembak di perut saat bertempur di lembah Mindelo pada
tanggal 31 Desember 1978.
Pada akhir tahun 1992, Xanana Gusmao berhasil ditangkap
dalam operasi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Prabowo. Informasi mengenai
keberadaan Xanana Gusmao diperoleh dari sadapan telepon Ramos Horta di
pengasingan.
Di Kopassus
Pada tahun 1983, Prabowo dipercaya sebagai Wakil Komandan
Detasemen 81 Penanggulangan Teror (Gultor) Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Setelah menyelesaikan pelatihan Special Forces Officer Course di Fort Benning,
Amerika Serikat, Prabowo diberi tanggungjawab sebagai Komandan Batalyon
Infanteri Lintas Udara. Pada tahun 1995, ia sudah mencapai jabatan Komandan
Komando Pasukan Khusus, dan hanya dalam setahun sudah menjadi Komandan Jenderal
Komando Pasukan Khusus.
Penyelamatan Mapenduma
Salah satu pencapaian Prabowo saat menjadi pimpinan Kopassus
adalah Operasi Pembebasan Sandera Mapenduma. Saat itu, 12 peneliti disekap oleh
Organisasi Papua Merdeka. Pada gambar ini, Prabowo menyalami salah satu
peneliti yang berhasil dibebaskan.
Pada tahun 1996, Komandan Kopassus Prabowo Subianto memimpin
operasi pembebasan sandera Mapenduma. Operasi ini berhasil menyelamatkan nyawa
10 dari 12 peneliti Ekspedisi Lorentz '95 yang disekap oleh Organisasi Papua
Merdeka (OPM). 5 orang yang disandera adalah peneliti biologi asal Indonesia,
sedangkan 7 sandera lainnya adalah peneliti dari Inggris, Belanda dan
Jerman.[12] Namun, operasi ini dikritik karena menggunakan lambang Palang Merah
pada helikopter putih untuk menipu anggota OPM.
Pengamanan 1998
Sebagai Pangkostrad yang membawahi pasukan cadangan ABRI
yang jumlahnya cukup besar pada waktu itu (sekitar 11 ribu prajurit) , Prabowo
dimintai pertolongan oleh Panglima Kodam Jaya untuk mengamankan Jakarta yang
berada dalam suasana kacau. Permintaan ini dipenuhi Prabowo dengan membantu
mengamankan sejumlah bangunan penting, khususnya rumah dinas Wakil Presiden
B.J. Habibie di Kuningan.
Meskipun akhirnya perannya ini kemudian menimbulkan
kontroversi, namun ia juga mengambil beberapa langkah penting yang menentukan
arah reformasi pada waktu itu. Antara lain ia berhasil membujuk Amien Rais
untuk membatalkan rencana doa bersama di Monas. Ia juga bertanya kepada Habibie
mengenai kesiapannya jika sewaktu-waktu Soeharto turun, apakah siap menjadi
Presiden, yang memberi sinyal kepada Habibie untuk bersiap menggantikan
Soeharto.
Selain itu pada 14 Mei 1998, Prabowo berinisiatif mengadakan
silaturahmi dengan beberapa tokoh reformis seperti Adnan Buyung Nasution,
Setiawan Djodi, Rendra, Bambang Widjajanto, dan lain-lain. Ia juga sempat
didesak untuk memainkan peran seperti Suharto pada tahun 1965, yang secara
tegas ditolaknya karena merasa bahwa masih berada di bagian bawah jenjang
protokoler kepemimpinan dalam masa genting, berbeda dengan peran Suharto waktu
itu yang memungkinkan untuk mengambil kendali karena kosongnya kepemimpinan TNI
selama hilangnya para jendral. Selain itu, ia menyatakan tidak ingin kudeta
terjadi karena hanya akan menimbulkan kudeta-kudeta lainnya.
Jabatan militer
jabatan militer Prabowo Subianto:
Tahun Jabatan
1976 Komandan Peleton Para Komando Group-1
Kopassandha
1977 Komandan Kompi Para Komando Group-1
Kopassandha
1983-1985 Wakil Komandan Detasemen–81 Kopassus
1985-1987 Wakil Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara
328 Kostrad
1987-1991 Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328
Kostrad
1991-1993 Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17
Kostrad
1993-1994 Komandan Group-3/Pusat Pendidikan Pasukan
Khusus
1994 Wakil Komandan Komando Pasukan Khusus
1995-1996 Komandan Komando Pasukan Khusus
1996-1998 Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus
1998 Panglima Komando Cadangan Strategi TNI
Angkatan Darat
1998 Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI
Akhir karier militer
Jabatan Pangkostrad Prabowo digantikan pada tanggal 23 Mei
1998
Prabowo diberhentikan sebagai Pangkostrad pada tanggal 22
Mei 1998 oleh Presiden Habibie karena menggerakan pasukan Kostrad dari berbagai
daerah menuju Jakarta di luar komando resmi Panglima ABRI saat itu, Wiranto,
sehari setelah Habibie diangkat menjadi Presiden menggantikan Soeharto.
Kemudian Prabowo digantikan oleh Johny Lumintang yang hanya menjabat sebagai
Pangkostrad selama 17 jam, dan kemudian digantikan oleh Djamari Chaniago.
Setelah pemecatan tersebut, Prabowo menemui Presiden Habibie, dan sempat
terlibat perdebatan yang sengit. Setelah itu Prabowo menempati posisi baru
sebagai Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) ABRI menggantikan Letjen Arie
J Kumaat. Selanjutnya, Prabowo harus menjalani sidang Dewan Kehormatan Perwira.
Dalam sidang tersebut, Prabowo disinyalir terlibat dalam penculikan aktivis
saat masih menjabat sebagai Danjen Kopassus. 15 Perwira tinggi bintang tiga dan
empat mengusulkan ke Pangab Wiranato agar Prabowo dipecat. Hal itu dianggap
sebagai akhir karier militer Prabowo. Pembicaraan tersebut dibantah oleh
Prabowo. Pada Pilpres 2009 ketika Prabowo dicalonkan sebagai cawapres Megawati,
Ketua DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, juga membantah bahwa Prabowo dipecat dari
Pangkostrad, melainkan diberhentikan dengan hormat. Sementara itu pada 2012
dalam acara Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Prabowo mengakui bahwa dia dipecat
oleh Habibie.
Karier politik
Pemilu 2004
Prabowo memulai kembali karier politiknya dengan mencalonkan
diri sebagai calon presiden dari Partai Golkar pada Konvesi Capres Golkar 2004.
Meski lolos sampai putaran akhir, akhirnya Prabowo kandas di tengah jalan. Ia
kalah suara oleh Wiranto.
Pendirian Partai
Gerindra
Partai Gerindra
Prabowo, bersama adiknya Hashim Djojohadikusumo, mantan
aktivis mahasiswa Fadli Zon, dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Bidang
Penggalangan Muchdi Purwoprandjono serta sederetan nama lainnya mendirikan
Partai Gerakan Indonesia Raya atau Partai Gerindra pada tanggal 6 Februari
2008. Ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP).
Partai tersebut meraih 4.646.406 suara (4,46 %) dan menempatkan 26 orang
wakilnya di DPR RI pada Pemilu legislatif Indonesia tahun 2009.
Pemilu 2009
Pada 9 Mei 2008, Partai Gerindra menyatakan keinginannya
untuk mencalonkan Prabowo menjadi calon presiden pada Pemilu 2009 saat mereka
menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pemilu 2009 pada KPU. Namun, setelah
proses tawar menawar yang alot, akhirnya Prabowo bersedia menjadi calon wakil
presiden Megawati Soekarnoputri. Prabowo dan Megawati menandantangani
Perjanjian Batu Tulis, yang menyatakan bahwa:
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerindra
mencalonkan Megawati sebagai calon presiden dan Prabowo sebagai calon presiden
dalam pemilu 2009
Bila terpilih, Prabowo dapat mengendalikan program dan
kebijakan ekonomi Indonesia yang "berdasarkan asas berdiri di kaki
sendiri, berdaulat di bidang politik, dan berkepribadian nasional di bidang
kebudayaan dalam kerangka sistem presidensial"
Prabowo dapat menentukan orang yang akan menjadi Menteri
Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Menteri ESDM,
Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Menteri Hukum dan HAM, dan Menteri Pertahanan
Pemerintah yang dibentuk akan mendukung program kerakyatan
PDI Perjuangan dan delapan program aksi Partai Gerindra untuk kemakmuran rakyat
Pendanaan untuk pemilu 2009 akan ditanggung 50% oleh
Megawati dan 50% oleh Prabowo
Megawati mendukung pencalonan Prabowo sebagai calon presiden
pada pemilu 2014
Keduanya mengambil motto 'Mega-Pro'. Keduanya juga telah
menyelesaikan persyaratan administratif KPU dan berkas laporan kekayaan ke KPK.
Deklarasi Mega-Prabowo dilaksanakan di tempat pembuangan sampah Bantar Gebang,
Bekasi, Jawa Barat. Deklarasi ini menghabiskan ongkos Rp 962 juta. Deklarasi
ini juga mendapat perlawanan sejumlah organisasi pembela Hak Asasi Manusia yang
berencana akan berunjuk rasa di sejumlah tempat.
Pemilu 2014
Pada tanggal 17 Maret 2012, Prabowo menerima mandat dari 33
Dewan Pimpinan Daerah Partai Gerindra untuk maju pada pemilihan presiden 2014.
Pemberian mandat dilakukan di Desa Bojong Koneng, Jawa Barat.
Partai Gerakan Indonesia Raya telah menyatakan akan
mengusung Prabowo sebagai calon presiden pada pemilihan presiden 2014. Prabowo
sendiri sudah menyatakan kesediaannya untuk dicalonkan sebagai presiden, jika
mendapat dukungan dari rakyat
Walaupun beberapa lembaga survei mencatat elektabilitas
Prabowo tertinggi dibandingkan dengan calon-calon presiden lainnya, tidak
sedikit pengamat politik yang meyakini kalau langkah Prabowo akan terganjal
elektabilitas Partai Gerakan Indonesia Raya yang sangat rendah.
Di Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014, Gerindra meraih
posisi ketiga, hanya sedikit selisih suara dibanding PDIP dan Golkar, yaitu
11,58 persen, sementara PDIP meraih 19,52 persen dan Golkar 15,22 persen
berdasarkan perhitungan cepat Kompas hingga 9 April 2014.
Prabowo Subianto hadirkan "Enam Program Aksi
Transformasi Bangsa" dalam kampanyenya; apabila terpilih menjadi Presiden
Republik Indonesia, ia ingin membangun ekonomi yang kuat, berdaulat, adil dan
makmur, melaksanakan ekonomi kerakyatan, membangun kedaulatan pangan dan energi
serta pengamatan sumberdaya air, meningkatkan kualitas pembangunan manusia
Indonesia melalui program pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya, membangun
infrastruktur dan menjaga kelestarian alam serta lingkungan hidup, dan
membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kuat, tegas dan efektif.
Setelah meningkatnya popularitas dan elektabilitas Prabowo
di berbagai lembaga survei dalam Pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, ia
terus diserang kampanye hitam dan opini negatif antara lain beredarnya uang
kertas pecahan Rp50.000 yang diberi cap dengan tulisan "Prabowo: Satria
Piningit, Heru Cakra Ratu Adil" dan penghembusan kembali isu stigmatisasi
atas tudingan keterlibatan, bahkan nama Prabowo juga disebut-sebut sebagai
dalang penculikan aktivis pro demokrasi 1997/1998, penembakan mahasiswa
Trisakti, otak penggerak Kerusuhan Mei 1998 dan tuduhan hendak melakukan kudeta
Mei 1998. Prabowo juga dididuga berjanji akan memberikan satu miliar kepada
setiap desa di Indonesia bila ia terpilih sebagai presiden.
Manuver saat Orde
Baru
Dengan menggunakan koneksi dengan Presiden Soeharto, Prabowo
dan saudaranya dianggap mencoba membungkam kritik jurnalistik dan politik pada
tahun 1990-an. Hasyim gagal menekan Goenawan Mohamad agar menjual koran Tempo
kepadanya. Ketika menjabat sebagai letnan kolonel, Prabowo mengudang
Abdurrahman Wahid ke markas batalionnya pada tahun 1992 dan memperingatinya
agar hanya berkecimpung dalam bidang agama dan tidak menyentuh politik, atau ia
harus menghadapi akibatnya bila melanjutkan oposisi terhadap Soeharto. Ia juga
memperingatkan Nurcholish Madjid (Cak Nur) agar mengundurkan diri dari Komite
Independen Pemantau Pemilu, yaitu badan pengawas pemilu yang didirikan oleh
Goenawan Mohamad.
Konflik dengan LB
Moerdani
Prabowo termasuk tokoh kontroversial di Indonesia.[83] Pada
tahun 1983, Prabowo, menurut Sintong Panjaitan, terlibat perselisihan dengan
beberapa jenderal yang dianggap akan mengkudeta Suharto. Sampai pada akhirnya
pada bulan Maret 1983, di Datasaemen 81, Prabowo diceritakan mencoba melakukan upaya
penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk Jendral LB Moerdani yang diduga
hendak melakukan kudeta terhadap Presiden Soeharto, namun upaya ini digagalkan
oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror. Prabowo sendiri adalah
wakil Luhut saat itu.
Mayor Luhut memerintahkan pembatalan aksi tersebut dan
memerintahkan agar senjata dan alat komunikasi diamankan. Ancaman kudeta
tersebut akhirnya tidak terbukti, dan Prabowo dianggap dalam keadaan stress dan
diberikan cuti.
Namun Prabowo membantah cerita versi Sintong Panjaitan ini
dengan tertawa . Menurutnya, tidak masuk akal seorang kapten bisa memimpin
pasukannya untuk melawan dan menculik jenderal. Ia dengan tenang mengatakan
bahwa tiap kali ada buku baru, pasti ada tuduhan kudeta baru yang dialamatkan
kepada dirinya, dan membiarkan tiap orang dengan versi ceritanya masing-masing.
Pada tahun 1988, Prabowo kembali berhadapan dengan LB
Moerdani. Menurut cerita versi Kivlan Zen, menjelang Sidang Umum MPR/RI pada
tahun 1988, beredar kabar bahwa LB Moerdani akan memanfaatkan posisinya sebagai
Panglima ABRI untuk mendapat dukungan dari Fraksi ABRI agar bisa maju menjadi
Wakil Presiden. Prabowo Subianto segera melaporkan dugaan ini kepada Suharto.
Suharto menerima masukan ini dan mengganti Panglima ABRI dengan Jendral Try
Soetrisno, sehingga akhirnya jabatan Wakil Presiden jatuh ke tangan Soedharmono.
Penggantian LB Moerdhani memunculkan kekhawatiran kudeta.
Maka menurut Kivlan Zen, Prabowo menyiapkan 1 Batalyon Kopassus, Batalyon
Infanteri Linud 328, Batalyon Infanteri 303, Batalyon Infanteri 321, Batalyon
Infanteri 315. Satu batalyon umumnya berkekuatan 700 personel. Meskipun
akhirnya kkhawatiran tersebut tidak terbukti, namun memperlihatkan besarnya
pengaruh Prabowo di ABRI dan terhadap keputusan seorang Presiden Indonesia pada
masa tersebut.
Dugaan pelanggaran
HAM di Timor Timur
Pada tahun 1990-an, Prabowo terkait dengan sejumlah kasus
pelanggaran HAM di Timor Timur. Pada tahun 1995, ia dituduh menggerakkan
pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror ke warga sipil di Timor Timur.
Peristiwa ini membuat Prabowo nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor
Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Syahnakri, di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen
TNI Adang Ruchiatna. Sejumlah lembaga internasional menuntut agar kasus ini
dituntaskan dan agar Prabowo dibawa ke Pengadilan Kriminal Internasional di Den
Haag. Menurut pakar Adnan Buyung Nasution, kasus ini belum selesai secara hukum
karena belum pernah diadakan pemeriksaan menurut hukum pidana.
Prabowo juga diduga terlibat dalam peristiwa pembantaian Kraras
yang terjadi pada tahun 1983 di Timor Timur.Prabowo sendiri membantah dan
menyebutnya sebagai tuduhan tak berdasar.
Kontroversi selama
periode 1997-1998
Penculikan aktivis
Sementara saat mengumumkan pembebastugasan Prabowo, Jenderal
TNI Wiranto menyatakan bahwa Prabowo dapat diadili karena adanya bukti
keterlibatan Prabowo dalam kasus penculikan aktivis ini. Namun demikian,
Prabowo masih belum diadili atas kasus tersebut hingga sekarang walau anggota
Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara. Sementara itu, Prabowo dan koleganya,
Sjafrie Syamsuddin, tidak pernah memenuhi Panggilan Komnas HAM yang berusaha
untuk mengusut kasus tersebut. Pengakuan mengejutkan datang dari Kivlan Zen
yang pada masa 1998 setia kepada Prabowo. Ia mengaku mengetahui pasti di mana
keberadaan 13 orang aktivis yang dipermasalahkan, dan tahu pasti mereka telah
dibunuh. Kivlan Zen menantang dibukanya kembali kasus penculikan ini dan dia
mengatakan seluruh hal yang diketahuinya. Ia menyatakan operasi penculikan 13
orang tersebut adalah perbutan pihak yang ingin mendiskreditkan Prabowo. Karena
pernyataan ini, Komnas HAM didesak untuk membuka kembali penyelidikan atas
kasus ini, namun Komnas HAM berkomentar bahwa itu hanyalah pernyataan pribadi
Kivlan Zen. Secara resmi pernyataan Kivlan Zen sudah pernah dicatat dalam
penyelidikan Komnas HAM dan kini sudah berada di Kejaksaan Agung.
Tuduhan pernyataan
pengusiran orang Tionghoa
Menurut Friend (2003), saat dampak krisis finansial Asia
1997 memburuk, Prabowo mengajak Muslim Indonesia untuk bergabung dengannya
dalam melawan "pengkhianat bangsa". Selain itu, dari wawancara Adam
Schwarz dengan Sofjan Wanandi, Prabowo pernah mengatakan pada Sofjan bahwa ia
siap "mengusir semua orang Tionghoa meskipun hal itu akan membuat ekonomi
Indonesia mundur 20-30 tahun" dan mengatakan "kamu Tionghoa Katolik
mencoba menjatuhkan Suharto". Sofjan sendiri membantah pernah berkata
bahwa Prabowo akan mengusir semua orang Tionghoa dari Indonesia, dan menyatakan
bahwa Schwarz hanya salah persepsi.
Dugaan keterlibatan
kerusuhan Mei 1998
Prabowo diduga kuat mendalangi kerusuhan Mei 1998 berdasar
temuan Tim Gabungan Pencari Fakta. Bahkan menurut Friend (2003), walaupun kubu
Wiranto menekankan bahwa mereka tidak ingin pembantaian Tiananmen terjadi di
Jakarta, kubu Prabowo memperingatkan Amien Rais bahwa militer tidak takut akan
terjadinya "Tiananmen lain" dan "lautan darah" bila
demonstrasi dilanjutkan. Dugaan motif Prabowo adalah untuk mendiskreditkan
rivalnya Pangab Wiranto, untuk menyerang etnis minoritas, dan untuk mendapat
simpati dan wewenang lebih dari Soeharto bila kelak ia mampu memadamkan kerusuhan.
Dia juga masih belum diadili atas kasus tersebut.
Prabowo mengklaim bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar.
Prabowo mengaku sadar bahwa menghancurkan Tionghoa di Indonesia dapat merugikan
Indonesia sendiri. Ia juga menyayangkan Menko Polkam Feisal Tanjung dan
Panglima ABRI Wiranto yang menurutnya konsisten menyangkal tuduhan bahwa
perintah membuat kerusuhan berasal langsung dari mereka atau Soeharto sebagai
Panglima Tinggi. Prabowo meyakini bahwa perintah tersebut tidak dalam satu
rangkaian komando karena atasannya senang bekerja secara melompat-lompat dalam
berbagai tingkatan. Ia memastikan bahwa dirinya tidak pernah memperoleh
perintah menyiksa orang.
Pembelaan lebih lanjut dari pihak Prabowo adalah dia hanya
menjalankan tugasnya sebagai Pangkostrad atas permintaan Panglima Kodam Jaya
waktu itu yang mendapat perintah dari Mabes ABRI. Pada waktu itu permintaan
Prabowo agar ia difasilitasi pesawat Hercules juga ditolak, sehingga ia
terpaksa menggunakan Garuda dan Mandala atas biaya sendiri.
Sementara terkait penembakan mahasiswa dalam peristiwa
Trisakti, hasil uji balistik di Belfast, Irlandia Utara, memperlihatkan bahwa
peluru tersebut berasal dari senjata milik Gegana, Polri, bukan tipe senjata
yang digunakan oleh TNI. Penembakan itu juga tidak mungkin dilakukan oleh
sniper karena peluru yang digunakan jenis kaliber 5,56mm, sementara senjata
sniper berkaliber 7mm ke atas. Target penembakan juga acak, berbeda dengan pola
penembakan sniper yang akan memilih pemimpin demonstrasi atau sasaran strategis
tertentu.
Isu kudeta
Pada pagi hari tanggal 22 Mei 1998, Wiranto melaporkan
kepada B.J. Habibie bahwa telah terjadi pergerakan pasukan Kostrad menuju
Jakarta dan konsentrasi pasukan di kediaman Presiden B.J. Habibie tanpa
sepengetahuan dirinya sebagai Panglima ABRI. Pergerakan pasukan tersebut diduga
sebagai upaya kudeta dan oleh karena itu atas instruksi Presiden Habibie,
Prabowo diberhentikan sebagai Panglima Kostrad.
Di siang hari pada tanggal yang sama, Prabowo dihubungi
Markas Besar Angkatan Darat perihal pemberhentiannya sebagai Panglima Kostrad.
Prabowo langsung menghadap Presiden B.J. Habibie di istana untuk mendapat
kepastian pemberhentiannya. Presiden B.J. Habibie mengatakan bahwa
pemberhentiannya adalah permintaan langsung dari Soeharto dan ia akan ditunjuk
sebagai Duta Besar untuk Amerika Serikat. Sore harinya Prabowo menyerahkan
jabatan Panglima Kostrad kepada Pangdiv I Kostrad Mayjen Johny Lumintang.
Prabowo yakin ia bisa saja melancarkan kudeta pada hari-hari
kerusuhan pada bulan Mei itu. Tetapi yang penting baginya ia tidak
melakukannya. “Keputusan mempercepat pensiun saya adalah sah,” ujarnya. “Saya
tahu, banyak di antara prajurit saya akan melakukan apa yang saya perintahkan.
Tetapi saya tidak mau mereka mati berjuang demi jabatan saya. Saya ingin
menunjukkan bahwa saya menempatkan kebaikan bagi negeri saya dan rakyat di atas
posisi saya sendiri. Saya adalah seorang prajurit yang setia. Setia kepada negara,
setia kepada republik”.
Setelah Mei 1998, ia terbang ke Amman, Yordania. Ia diisukan
mendapat tawaran status kewarganegaraan dari Abdullah II. Namun tawaran ini
ditolaknya. Pangeran Abdullah II yang kemudian pada 1999 menjadi Raja Yordania
adalah kawan Prabowo di sekolah militer. Prabowo kembali ke Indonesia pada
November 2001.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Prabowo_Subianto#Kehidupan_pribadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar